kenapa?

"Kenapa?"

Aku diam. Terlalu banyak pertanyaan 'kenapa' untuk hari ini. Kamu diam setelah bertanya. Tetap pada posisi yang sama. Dan aku masih bingung bagaimana menjelaskannya.

"Aku tidak akan menjawabnya," jawabku. Ujungnya juga menjawab. Meskipun bukan jawaban yang jelas kamu inginkan. Terlihat dari reaksimu. Menghela nafas. Tatapan mata menyerah. Tapi tetap pada posisi yang sama.

"Kenapa?"

Kamu tahu aku tidak suka dicecar pertanyaan yang sama. Tapi tetap kamu lakukan. Bergantian, kuhela nafas. Menirukanmu. Ekspresimu melunak. Mulai tertawa.

"Apa yang lucu?!" tanyaku setengah berteriak. Menahan ekspresiku. Menahan detak jantungku yang mendadak dua kali lebih cepat melihat tawamu. Melihat bulan sabit membentuk bibirmu. Melihat tatapan mata yang melunak. Tak lagi menyerah. Melihat tawamu lagi.

"Kamu."

Dan jantungku sukses berdebar.

"Berhenti. Jangan begini lagi. Aku semakin sakit hati."

"Kamu membaca puisi? Kenapa berirama?" tanyamu. Masih dengan tawa kecil. Berusaha menghentikan tawa. Menertawakanku.

Mungkin menertawakan detak jantungku yang terdengar olehmu. Tapi aku tak lagi peduli kau bisa mendengarnya atau tidak. Terlanjur kesal rasanya.

"Aku tahu kamu orang sastra. Tapi kamu jangan membaca puisi di depanku. Aku tidak mengerti," lanjutmu. Masih dengan tawa kecil itu. Masih kurindukan. Dan selalu kurindukan.

"Jangan tertawa. Malah membuat hatiku makin sakit," kataku. Tawamu sempurna berhenti. Senyum itu masih ada. Hanya saja tertahan dengan rasa bingung dan penasaran. Sejak kapan aku pandai membaca ekspresi orang lain?

Entahlah.

"Aku kangen kita tertawa lagi, sama-sama."

Siapa yang mengatakan itu? Bibirku?

"Jangan tertawa sendirian lagi. Ajak aku, ya?"

Bibirku bersuara lagi. Tanpa kupinta. Keluar begitu saja.

"Sini."

"Sini kemana?"

"Sini kupeluk."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istilah-istilah yang Ada di Role Player

Lama atau Nggak?

SEVENTEEN - Boom Boom